Dari Parlemen Jalanan Menuju Parlemen Senayan


Ir. H. Said Iqbal, ME,

Caleg PKS untuk DPR RI dari Dapil Kepri
Minggu, 29 Maret 2009

Dari Parlemen Jalanan Menuju Parlemen Senayan

“Buruh perlu tahu siapa yang benar-benar memperjuangkan nasib mereka dengan bersih,
peduli dan profesional”

Awalnya hanya kegelisahan seorang pemuda alumni Politeknik Universitas Indonesia yang menjadi buruh pabrik. Terasa olehnya ketertindasan kehidupan buruh di negeri ini. Selanjutnya sang buruh muda tersebut secara sadar mencoba memberikan kontribusi bagi perbaikan harkat hidup komunitasnya agar lebih termanusiakan melalui wadah serikat pekerja. Delapan belas tahun kemudian, setelah melewati banyak proses pembelajaran dalam memberdayakan komunitas buruh, sang buruh muda tersebut tampil sebagai presiden dari sebuah serikat pekerja yang cukup disegani di negeri ini, FSPMI (Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia)

Karena buruknya penegakan hukum perburuhan di Indonesia, Ir H Said Iqbal ME, pemuda tersebut merasa perlu turun gunung untuk tampil di mimbar parlemen. Sebuah transformasi gerakan yang patut menjadi perhatian berbagai kalangan yang berkepentingan dengan perbaikan nasib buruh. Sebuah perubahan besar dalam format gerakan buruh di Indonesia, dari hanya meneriakkan aspirasi di parlemen jalanan menuju parlemen yang sebenarnya. Ia maju sebagai calon anggota DPR RI dari PKS dengan nomor urut dua darpil Kepri.



Kenapa memilih PKS sebagai kendaraan politik?

Sebagai seorang aktivis, saya sangat selektif dalam menentukan pilihan politik. Saya tahu persis kelakuan banyak aktivis buruh yang menjual organisasi untuk kepentingan sendiri, dan ini juga menjadi kelakuan buruk bagi banyak aktivis partai politik. Potensi ini selalu ada dalam diri semua aktivis, termasuk saya sendiri. Tetapi kita harus selalu berusaha untuk mengingat siapa diri kita dan dari mana basis konstituen kita.

Saya melihat PKS memiliki mekanisme internal untuk mengendalikan potensi kelakukan buruk ini. Akibatnya bisa kita lihat sekarang ini, ketika semua parpol anggotanya ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), hanya PKS yang tidak satupun anggotanya yang terseret kasus. Ini yang membedakan PKS dengan partai yang lain.

Gerakan buruh sering dianggap sebagai kendala dalam pemberlakuan free trade zone (FTZ. Organisasi buruh kerap dituding sebagai faktor penghalang masuknya investasi. Bagaimana pandangan Anda terhadap pemberlakuan FTZ?
FTZ adalah sebuah tuntutan dalam industri modern. Sebagai bagian dari penopang kawasan industri, serikat pekerja pasti akan memberikan dukungan terhadap pemberlakukan kawasan FTZ. Tetapi jangan lupa, salah satu ciri kawasan FTZ di berbagai negara adalah terjaminnya kesejahteraan pekerja.

Kaitannya dengan pekerja?
Ke depan, upah minimum sebagai indikator utama kesejahteraan harus mengalami perbaikan nilai. Indikatornya adalah upah minimum kota (UMK) setara dengan nilai KHL (kebutuhan hidup layak). Faktanya, di Batam nilai UMK tidak pernah mencapai KHL meskipun setiap tahun ada kenaikan UMK.

Jadi, serikat pekerja mendukung FTZ dengan catatan bisa memberikan perbaikan upah?
Bukan cuma upah, tetapi kesejahteraan pekerja. Upah adalah salah satu indikatornya. Pekerja di kawasan FTZ seharusnya lebih sejahtera dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia. Tapi faktanya ketika upah minimum tahun 2009 di Batam hanya Rp1,045 juta, di Karawang sudah Rp1,185 juta dan Cilegon sudah Rp1,099 juta. Apa guna FTZ jika untuk masalah upah minimum saja Batam masih kalah dengan kawasan non FTZ. Bayangkan dengan gaji Rp1,045 juta di Batam, pekerja harus mengeluarkan biaya transpor Rp200 ribu per bulan dan sewa rumah Rp350 ribu per bulan, maka sisa gaji mereka hanya Rp495 ribu per bulan untuk bertahan hidup di Batam. Apakah mungkin?

Tapi upah di Batam juga dipengaruhi oleh tingkat upah di daerah lain di Kepri. Jika UMK Batam terlalu tinggi daerah sekitarnya bukankah justru akan mengganggu stabilitas kawasan?
Inilah letak kekeliruan berpikir kita tentang kawasan FTZ. FTZ adalah bagian dari peta perdagangan dunia. Begitu BBK ditetapkan sebagai kawasan FTZ, maka nilai upah dan jaminan kesejahteraan buruh di kawasan itu jangan dibandingkan dengan kawasan di luar FTZ. Ia harus dibandingkan dengan kawasan FTZ lain di China, Vietnam, India atau Brazil. Apalagi dari tahun 2000 hingga 2009, upah minimum di BBK dan di Indonesia secara umum, tidak pernah mencapai 100 persen KHL. Kita ambil contoh tahun 2009 hasil survei KHL di Batam menunjukkan nilai Rp1.350.000 sedangkan pemerintah menetapkan nilai upah minimum sebesar Rp1.045.000, ini artinya nilai upah minimum di Batam pada tahun 2009 hanya 77,1 persen nilai KHL. Padahal Undang–Undang 13/2003 mengamanatkan nilai upah minimum harus 100 persen nilai KHL.

Bapak satu anak ini menamatkan kuliahnya pertama kali di Politeknik UI (Universitas Indonesia), lalu mendapatkan gelar insinyur teknik mesin di Universitas Jayabaya dan Master Ekonomi di Universitas Indonesia. Aktivitasnya sebagai pengurus serikat pekerja tingkat nasional telah menghantarkannya sebagai pembicara dalam berbagai forum perburuhan di Uni Eropa, Jerman, Swiss, Austria, Swedia, Amerika Serikat, Brazil, Jepang, Korea Selatan, Afrika Selatan, Hongkong dan seluruh negara Asean. Hal ini membuatnya memiliki pandangan yang luas mengenai carut marut perburuhan di Indonesia dan sekaligus konsep pembenahannya.

Apa ada program lain yang Anda tawarkan pada pekerja jika terpilih jadi anggota DPR?
Selain persoalan upah dan SEZ/FTZ yang telah saya jelaskan, hal lainnya adalah, pertama masalah kurang optimalnya sistem jaminan sosial bagi pekerja. Kedua, masalah status hubungan kerja yang tidak jelas (outsourcing/karyawan kontrak). Ketiga masalah lemahnya pengawasan perburuhan. Keempat masalah peradilan perburuhan yang rumit dan memakan biaya tinggi.

Mengenai sistem jaminan sosial, apa yang akan Anda lakukan?
Pertama saya akan menata ulang sistem jaminan sosial untuk tenaga kerja (jamsostek) sebagaimana amanat Undang-Undang 40 Tahun 2004. Saat ini terjadi ketimpangan sistem jaminan sosial untuk pekerja dengan PNS/TNI-Polri. Jika PNS/TNI-Polri dipecat atau tidak bekerja lagi, ketika istri atau anak mereka (sampai dengan 3 orang) mengalami jatuh sakit, maka negara akan membiayai ongkos pengobatannya melalui APBN. Pada sisi lain, jika ada warga miskin dan tidak mampu sakit, maka negara sudah menganggarkan dana sebesar Rp4,6 triliun (APBN 2009) melalui program Jamkesmas/ Askeskin.
Timbul pertanyaan, jika pekerja formal yang jumlahnya 33,3 juta orang mengalami hal yang sama, siapa yang akan menanggungnya? Padahal UU 40 Tahun 2004 mengamanatkan pemerintah akan menanggung biayanya. Dan agar amanat ini dapat di implementasikan kepada pekerja, maka tugas saya apabila menjadi anggota DPR adalah merevisi UU Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek, dimana harus dipastikan bahwa apabila buruh tidak lagi bekerja (di-PHK), maka ketika mereka dan keluarganya sakit maka biaya berobatnya ditanggung oleh negara. Dan dalam revisi itu juga dimasukkan bahwa setiap pekerja berhak mendapatkan dana pensiun sebagaimana yang didapatkan oleh PNS/TNI-Polri.

Bagaimana mewujudkannya?
Prinsipnya adalah revisi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek, agar sesuai dengan UU 40 Tahun 2004 tentang SJSN. Di mana dalam revisi tentang Jamsostek tersebut memuat antara lain: pertama, Jamsostek tidak lagi berbentuk BUMN dan PT tetapi berbentuk wali amanah (kebijakan ditentukan oleh wakil pengusaha, wakil buruh, dan wakil pemerintah). Kedua, setiap pengusaha wajib membayar dana pensiun bagi pekerja. Ketiga, pemerintah wajib membayar biaya pengobatan bagi pekerja dan keluarganya ketika mereka tidak bekerja lagi (PHK/pensiun). Keempat, dana hasil pengembangan Jamsostek digunakan untuk pembangunan rumah murah untuk pekerja dan beasiswa pendidikan bagi anak buruh.

Soal outsourcing tenaga kerja, apa yang salah?
Jelas salah, karena penggunaan outsourcing tenaga kerja dan karyawan kontrak saat ini di Indonesia khususnya Kepri begitu merajalela dan sangat bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Kalau kita merunut kepada UU 13 maka outsourcing tenaga kerja tidak boleh digunakan untuk proses inti produksi atau kegiatan utama perusahaan. Penggunaan outsourcing tenaga kerja hanya boleh untuk bagian security, cleaning service, driver, catering, dan jasa penunjang pertambangan. Tapi realita di lapangan, hampir semua proses produksi diperusahaan menggunakan tenaga kerja outsourcing. Yang lebih menyedihkan mereka tersebut mendapatkan upah jauh lebih kecil dari upah minimum, karena dipotong agen peyalurnya, mereka juga tidak mendapatkan asuransi kesehatan, mudah dipecat.

Apa segampang itu menghapus sistim outsourcing tenaga kerja?
Saya akui semua ini tidak gampang, maka sehubungan dengan masalah ini salah satu program yang saya tawarkan adalah memperkuat fungsi pengawasan perburuhan.

Apa saran Anda untuk pekerja di Batam, Bintan, Karimun dalam menghadapi pemilu?
Nasib buruh hanya bisa diperjuangkan oleh buruh. Terlalu banyak wajah manis yang datang menemui buruh menjelang pemilu, namun buruh yang cerdas adalah buruh yang tahu siapa yang benar-benar memperjuangkan nasib mereka dengan bersih, peduli dan profesional. (bal)



----------
BIO DATA
Nama
Ir. H. Said Iqbal, ME
Tempat dan tgl Lahir
Jakarta, 5 Juli 1968
Istri
Ika Liviana, SE
Anak
Syarifah Soraya
Alamat
Jl. Lestari No. 13A RT 9/3 Jakarta Timur

Riwayat Pendidikan
1.Politeknik Universitas Indonesia
2.Teknik Mesin (S1) Univ. Jayabaya
3.Master Ekonomi (S2) Universitas Indonesia

Kursus/Diklat
1.Dalam Negeri (1991 – 2009), Sebagai pembicara di tingkat nasional dalam work shop : K3, ”Seven Habits”, neraca keuangan, upah, negoisasi, hubungan industrial dan tema lainnya, di DepnakerTrans RI, Bappenas RI, Lembaga Ekonomi PBNU, STIH IBLAM, Depperin, Radio Swasta, Q TV, Batam TV, STV, TUCC, PT. Jamsostek Pusat, ACILS, FES, dan ILO Jakarta.
2.Luar Negeri (1991 – 2009), sebagai peserta dan pembicara di seminar/konfrensi/ kongres internasional antara lain di : Jepang, Singapura, Thailand, Korea Selatan, Malaysia, Hongkong, Australia, Jerman, Swiss, Austria, Swedia, Uni Eropa, Afrika Selatan. Brazil, dan Amerika Serikat.

Riwayat Organisasi
1.Presiden DPP Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (DPP FPSMI).
2.Ketua Umum Serikat Pekerja PT. Panasonic Shikoku.
3.Anggota Dewan Pengupahan Nasional.
4.Anggota Tripartit Nasional.
5.Penulis dan Pendiri Koran Perdjoeangan.
6.Pendiri Yayasan Sosial “Ar-Rasyiid”.

Riwayat Pekerjaan
Manager PT. Panasonic Shikoku (PT. PSECI).

Tanda Penghargaan
1.Dari Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).
2.Dari STMI Depperin dan STIH IBLAM.
3.Dari Japan Institute Labour (JIL-Jepang)
4.Dari “Schoolarship Summer School” dari Universite Ouviere de Genewa (UOG-Genewa).
5.Dari SP Indocement, Semen Kujang, Semen Padang
6.Dari SP Panasonic, Toshiba, Suzuki, Mercedes, Mitsubishi dll.

0 comments:

Post a Comment